Skip to main content

Posts

Menjadi Petugas Upacara Hingga Pemain 'Meteor Garden versi PNS'

Yap. Untuk pertama kalinya, semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar, kembali menjadi petugas upacara. Saat SD dulu pernah menjadi pembaca Pancasila sampai sebagai pemimpin upacara. Tapi itu dulu. Sudah lama sekali. Hingga tibalah di akhir Desember lalu, Biro kami dijadwalkan menjadi petugas upacara mingguan di lingkungan Pemprov Lampung. Setelah penunjukan masing-masing petugas melalui SPT Kepala Biro, latihan kami lakukan di hari Jumat pekan lalu. Dua kali, pagi dan sore. Seusai senam mingguan dan dilanjutkan sepulang kerja. Rekan saya, Felix 'koko' Aji Prabowo ditugaskan sebagai pembaca Panca Prasetya Korpri, sedangkan saya sendiri sebagai petugas pengibar bendera. Saat memulai latihan itu, ternyata tak semudah yang saya bayangkan. Sebagai pasukan pengibar, saya menempati posisi di tengah yang bertugas sebagai pembawa bendera. Jujur, kurang pede, karena pengalaman yang sangat minim. Sedangkan dua rekan pengibar bendera lainnya berasal dari Satpol PP dan alumni IP

Selamat Atas Pelantikannya, Mas Guruh!

Siang itu,  bersama beberapa teman PNS Pemprov Lampung formasi tahun 2014, kami berencana menjenguk istri salah satu rekan kami yang baru saja melahirkan. Setelah telepon kesana-kemari, jemput sana-sini, akhirnya ber kumpul dan berangkatlah rombongan kecil itu berkendara satu mobil dan satu motor, menuju lokasi RSIA Puri Betik Hat i. Perkenalkan, dari sebelah kiri : si gesit nan enerjik, salah satu peraih nilai terbaik saat Diklat Prajab angkatan kami , Yuana Yulita (calon Kadis Pariwisata), selanjutnya yang memegang air mineral di tangan kiri, si pengabadi memori, yang selalu setia dengan hape eLGi-nya, Bika Anjaswari (calon Kaban PBD), kemudian pemilik senyum paling sumringa h di dalam foto ini, perempuan paruh baya dengan kemampuan "the sixth sense", Wahyu Kusuma Madiarti (calon Kadis Kesehatan). Di bagian belakang, ada abang kami yang baik hati, yang suka wara-wiri antar jemput sana-sini, Rendra Setiawan (calon Karo Keuangan), lalu si 'koko' dari

Ramai-ramai Harga Cabai

Akhir-akhir ini ramai harga cabai yang membumbung tinggi. Pedasnya bukan hanya terasa di lidah, tapi sampai juga ke kantong para pembeli. Bahkan di salah satu kota negeri ini, terkisah harganya mencapai 200 ribu rupiah per kilogram. Luar binasa. Baru kali pertama terjadi, sebuah rekor tersendiri. Harga cabai yang tak terkendali, seingat saya pernah terjadi juga beberapa tahun sebelumnya. Bahkan isunya menjadi salah satu penyebab lengsernya mantan Menteri Perdagangan, Bapak Rahmat Gobel. Dan sekarang ini, salah satu artikel di portal media daring pun menyebut, Cabai Effect  ternyata lebih dahsyat dibanding Trump Effec t saat menghantam efek Jokowinomics . Hingga kini, banyak pihak saling tuding dan berbalas komentar. Sampai munculnya anjuran dari Bapak Menteri kita, yang diaminkan sebagian netizen, agar rakyat menanam cabainya sendiri. Berkebun di rumah. Memanfaatkan pekarangan atau lahan kosong yang ada. Ditambah gerakan yang menggagas,  "sejuta polybag untuk menana

Catatan Akhir Tahun: Refleksi Akhir dan Mula

ilustrasi Seperti layaknya kata-kata bijak. Setiap perjumpaan, pasti akan menjumpai akhir dari perjumpaan itu sendiri; sebuah perpisahan. Ada mula ada akhir. Ada pangkal ada ujung. Ada hulu ada hilir. Ada hidup ada mati.  Hari ini, 31 Desember 2016, menjelang permulaan malam. Malam terkahir di tahun ini. Saat banyak orang mulai menyiapkan acara perayaan akhir tahunnya. Saat petasan mulai terdengar dar-der-dor nya. Saat kembang api mulai memercik indah di langit memerah yang tampak akan cerah.  Sekedar menggali makna: Buat yang meniup terompet, ingat-ingat juga kalau suatu saat ada malaikat yang bakal niup terompet. Siap-siap. Karena kalo udah ditiup dan kita belum siap, bakal kelar hidup elo. Buat yang malam ini bunyiin telolet, ingat-ingat juga kalo telolet itu asalnya buat ngasih tanda. Sebagai sesama pengendara di jalan raya. Jadi jangan lupa kalo hidup ini juga banyak dikasih tanda ama Allah, agar kita bisa berkendara dengan baik. Buat ya

Pada: setangkai senja

photo by: @swim Pada: setangkai senja; di pucuk langit yang menjurai jingga,  memetik selaksa tanya di pangkuan malam. apa kau hanya tirai warna; tentang waktu yang sebatas pintas. ataukah sebuah penanda; yang memanggil para kembara di tapal batas. kubisikkan:  mari bersiap; segera beranjak. untuk: menjumpa wajah-Nya;  dalam rindu paling deru. dalam labuh paling teduh. atau:  menerima karma;  dalam derita paling bara.  dalam dera paling lara.

Hidup Yang Kamu Keluhkan, Seringkali Adalah Hidup Yang Orang Lain Rindukan

** bagian satu : dua sisi Tak semua kita diberi kesempatan memiliki; apa-apa yang dimiliki orang lain. Paling tidak untuk saat ini. Banyak orang memilih memandang ke kejauhan; melewati dinding pembatas kesyukuran. Mengingatkan tentang ungkapan, "Rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau". Hingga abai dengan apa yang ada dalam genggaman, lupa; bahkan denyut nadi yang berdetak sangat dekat. Sebuah nikmat yang selalu lekat. Lihatlah, Anak TK pengen cepat-cepat masuk SD. Anak SMP buru-buru pengen segera SMA. Anak SMA iri dengan anak kuliahan yang bisa pake baju bebas. Padahal anak kuliahan sendiri sering bilang, "Enakan jaman TK ama SD ya, yang masalah hidup itu cuma sekedar kalo gak dikasih uang jajan". Di banyak cerita lain, Saat kuliah berlari-lari mengejar kelulusan, Sesudah lulus tertunduk lesu mengeluhkan susahnya mencari pekerjaan. Lalu apa setelah mendapat pekerjaan? Seringkali masih membanding-band

Di Balik 410

Pembuka Nilai 410, dalam tes CPNS, adalah sesuatu yang sangat luar biasa buat saya. Malah bisa dibilang keajaiban. Sebuah mukjizat, dalam arti sederhananya. Dan jujur, saya sendiri tidak pernah membayangkan bisa mendapatkan nilai sebesar itu. Karena saat mendengar teman-teman ada yang mendapat nilai 370-an saja saya sudah merinding, "Wah, gede banget ya..", batin saya. ** Sebenernya, entah kali ke berapa, saya menolak secara halus permintaan keluarga untuk mendaftar tes CPNS. Permintaan yang seringkali membuat saya bersitegang dengan pendirian, bekerja tak harus menjadi PNS, kan? Secara pribadi, saya berpendapat bekerja bisa dimana saja, asalkan baik dan bermafaat untuk banyak orang. Salah satu alasan yang membuat saya begitu nyaman bekerja di lembaga pendidikan non-formal, sebuah Bimbingan Belajar. Di antara teman-teman lainnya, mungkin saya juga yang paling kalem saat hampir setiap tahunnya heboh tes CPNS. Tapi, untuk kali ini, saya tak kuasa lagi