Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2017

Payung-payung

Benda apa yang paling anda paling ingat atau butuhkan saat musim hujan datang? Sebagian besar pasti menjawab payung. Payung yang bisa menjaga kita dari basah jika hujan datang. Payung diletakkan di atas. Kita genggam erat. Karena saat hujan mungkin saja angin kencang datang menerbangkannya.  Walau payung sekarang juga dipakai saat cuaca panas, tapi rasanya masih lebih relevan bahwa fungsi utamanya tetap di saat musim hujan. Lihat saja, ojek payung, seperti di kantor saya, selalu muncul hanya saat musim hujan.  Mengapa payung penting? Ya, karena payung bisa menghindarkan kita dari basah. Lalu apa pentingnya kalau kita tidak basah? Banyak hal tentunya. Ada yang mudah sakit ketika kehujanan, tentu payung menjaganya agar tidak sakit. Ada yang tidak ingin bajunya basah karena sedang menuju acara penting; rapat, tempat kerja, pesta pernikahan, atau mungkin menonton film favorit bersama kawan-kawan. Ada juga kita tak ingin basah karena membawa sesuatu yang penting, do

Catatan Aksi 112 (Bagian Tiga --Habis): Uluran Tangan-tangan Kebaikan di Sepanjang Jalan

Perjalanan pagi itu dimulai. Selepas hujan deras yang membasahi bumi Jakarta, kami berlima meninggalkan masjid Nurul Falah di komplek PLN itu. Beriringan satu-satu melintas di bawah awning yang berdiri sepanjang gerbang hingga mendekati masjid. Menuju jalan raya untuk bergabung bersama rombongan lain yang nampak di kejauhan. Rombongan demi rombongan peserta aksi mengular di jalanan. Mayoritas berpakaian putih-hitam. Membawa spanduk, mengibarkan bendera, melantunkan shalawat, hingga mengomandokan takbir yang menggema. Dan baru saja keluar dari gerbang komplek PLN itu, saya sudah menjumpai momen yang sebelumnya hanya cerita dari teman-teman yang hadir di aksi 212. Nyata di depan mata. Seorang laki-laki berdiri dengan jas hujannya yang berwarna hijau. Membawa sekotak roti di tangannya yang terbuka. Senyumnya segar dihias rintik air yang membasahi wajahnya. Diambilnya roti-roti itu untuk diberikan kepada peserta aksi yang lewat. Ah, ternyata bukan dia saja. Beberapa laki

Catatan Aksi 112 (Bagian Dua) : Pagi, Hujan dan Sekotak Nasi

Alhamdulillah, perjalanan dari Bandarlampung menuju Jakarta berjalan lancar. Hingga ketika memasuki sekitaran Monas, laju bus mulai melambat. Jalur kendaraan padat dan rekayasa lalu lintas sudah diberlakukan. Bus yang kami naiki susah untuk masuk ke stasiun Gambir. Hingga akhirnya para penumpang memutuskan untuk turun di daerah dekat stasiun saja. Pukul 05.15 WIB, kami ikut turun sebagaimana penumpang lainnya. Ingin menuju ke masjid di area Gambir tapi cukup jauh. Lalu menanyakan masjid terdekat kepada seorang aparat berseragam TNI yang tampaknya sedang bertugas. "Di masjid PLN saja, Pak. Di sana juga disediakan logistik, " sambil diarahkan dengan ramah oleh si Bapak. Kami mengikuti petunjuk yang  beliau berikan hingga sampailah di sebuah masjid yang nyaman. Masjid di komplek perkantoran PLN ternyata. Kami melangkah ke dalam, mencari tempat wudhu lalu melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Ternyata sudah banyak rombongan dari berbagai daerah di Jabodetabek yang lebi

Catatan Aksi 112 (Bagian Satu) : Tiket Dadakan!

Hari ini temanya belajar. Belajar menangkap peluang kebaikan. Menjawab kesempatan dadakan yang Allah berikan dengan berpikir cepat. Ambil atau tinggalkan.  Flash back sebentar. Melihat aksi 411 (Aksi Bela Islam II) sebelumnya, saya begitu bergemuruh. Melihat saudara-saudara seiman yang tergores hatinya oleh kata-kata yang tak pantas terucap dari seorang pejabat publik, bergerak hingga jauh-jauh melangkahkan kaki menuju ibu kota. Berharap untuk hadir, tapi kesempatan itu belum ada.  Harap-harap cemas mengikuti perjalanam aksi itu melalui media dan layar kaca. Aksi berjalan damai, santun juga teratur. Hingga perusuh datang di malam yang gelap. Tapi Alhamdulillah, kita tahu setelahmya siapa perusuh itu.  Puncaknya di aksi 212, keinginan itu belum juga terpenuhi. Maklum, saya abdi negara yang punya jam kerja di hari Senin s.d. Jumat sehingga tak ingin memaksakan diri. Walau iri, tetap saja berbangga dengan perjuangan jutaan saudara muslim yang merelakan banyak hal untuk

Dunia Jelita Para Balita

Ini catatan sederhana. Ungkapan kekaguman saya setiap melihat wajah anak-anak (balita). Asik menyaksikan polah-polah lucunya. Tersenyum dengan tingkahnya yang jenaka. Juga kadang 'jengkel' saat mereka begitu ngeyel. Tidak, saya tidak pernah jengkel kepada anak-anak dalam makna sesungguhnya.  Apapun itu, melihat dunia para balita ini sungguh ajaib. Memesona. Saya bilang, dunia jelita. Ada kepolosan. Ada wajah tanpa dosa. Kata-kata alami begitu jujur yang keluar dari lisannya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang malah membingungkan untuk dijawab orang dewasa.  Pernah juga mendapat reaksi spontan mereka saat berdekatan; lucu, mengagetkan, dan membuat malu, "Iih, Oom bau, belom mandi yaa?!" >.< Wajah-wajah ini pemilik kejujuran sejati. Cermin yang tak pernah berbohong. Refleksi banyak hal dari orang dewasa. Pemilik rekam ingatan yang sangat baik. Semisal saat dia mencela, pasti ada yang sengaja atau tidak sengaja mengajarinya. Mereka juga

Pada: Pejuang 'Suara Pergerakan'

Pada: Pejuang Suara Pergerakan Di harumnya kesturi, Pada sepanjang jalan juang yang kau lalui, Menapak jejak wangi yang kau tinggal pergi, Bertabur cahaya kebaikan dari bintang yang tinggi. Kini jasadmu melabuh ke bumi, Bersama air mata dan doa-doa mengiringi. Kini Ruh-mu terbang ke langit tinggi, Menjumpa rabb yang engkau rindu dan cintai. Maka saksikanlah, 'Suara Pergerakan'-mu akan terus menggema; di dada para pemuda, di jiwa para penggawa, di hati pengibar panji suci, dalam derap langkah yang tak pernah menyerah. -- Salam takzim untukmu, Ustadz Taufik Ridho, Lc. Semoga Allah memberikan tempat terbaik untuk peristirahatanmu. Mengalirkan pahala tak terputus sebagai buah dari bakti dan pengorbananmu. اِنَّا لِلَّهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْل

AHOK dan INKONSISTENSI

Publik gempar. Masyarakat luas geram, gerah, marah dan meradang. Ragam komentar keras muncul dari tokoh-tokoh agama, hukum, lintas partai, ormas juga tokoh politik atas 'aksi' Ahok kali ini. Bersama tim penasehat hukumnya, Ahok mempertontonkan sikap tak beretika kepada ketua MUI, KH. Ma'ruf Amin.  Sosok ulama yang sangat dihormati dan disegani oleh umat Islam, yang juga menempati posisi tersendiri di hati para nahdiyin. Peristiwa yang terjadi pada sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok. Sikap yang cenderung menyudutkan, merendahkan, tak beretika, membuat pertanyaan berulang di luar substansi, menudingkan kebohongan, hingga ancaman proses hukum kepada KH Ma'ruf Amin tersebut membuat emosi umat Islam kembali terpantik. Bagai jerami kering yang ditaburi bara api.  Dari salah satu portal berita online  nasional yang ada dapat diketahui bahwa pada awalnya Ahok tidak merasa bersalah dengan hal tersebut, juga tidak te