Skip to main content

Posts

BeCeTe : Bina Cita Terpadu

Tentor BCT Hafara | Dokumentasi Pribadi Haruskah kubuat cerita. Tentang tawa renyah yang mengudara. Saat gerak-gerik mengunyah gorengan yang luput dari mata, lalu jadi bahan tawa. "Weeww.. sepiring gini abis sendiri?" Kelakar saya. "Bener-bener artis yang merakyat. Menyantap nikmat makanan dari yang paling mewah sampe yang paling meriah." Sahut pemilik suara di ujung sana. Lalu gelak kami bersahutan. Terfokus pada tampang kece di samping kiri saya. Idola kawula muda. MC cetar membahana. Artis nesyenel, kalo kata Kak Sat. Sang juara aneka rupa ajang tarik suara, pun pencarian bakat dan kompetisi pemilihan duta. Tak percaya? Tengok saja IG-nya @parias_tsp. Tapi lihatlah. Disampingnya, tergolek sepiring gorengan yang hanya menyisakan pisang goreng setengah. #Tercyduk dehh. Hehe. Raker (rapat kerja) bidang studi ini memang tak melulu bicara materi bahan ajar dan Micro Teaching . "Saya ini dateng kesini cuma pengen ketemulah ama temen-temen ini. K

Degan Bakar : Hangat dan Penuh Khasiat

Degan Bakar | Dokumentasi Pribadi Well , ini postingan pertama saya setelah sekian lama tak mengunjungi blog ini. Blog yang niat awalnya dibuat agar rajin nulis. Eh ternyata istiqomah itu emang gak gampang. Sedikit curhat yaa.. Hee.  Btw , sekarang saya lagi ikutan kelas Ngeblog Seru yang dikelola Mbak Naqi, salah satu founder Tapis Blogger. Di kelas ini, kita dapet materi dasar tentang ngeblog, juga sharing ilmu dari peserta lainnya. Oya, kelas ini memakai WhatsApp Group (WAG) sebagaimana kelas-kelas materi online yang sekarang lagi ngetren.  Nah, kami diberi tugas pertama untuk membuat artikel bertemakan kuliner. "Boleh apa saja, nanti akan di-review," ujar Mbak Naqi sebagai mentor kami. Akhirnya, setelah membuat beberapa alternatif ide, saya pilih degan bakar sebagai sajian spesial.  Sepulang kerja sore ini, saya bergegas menuju lokasi. Tempatnya tepat di samping kiri Chandra Kemiling.  Cusss.. Alhamdulillah, warungnya buka. Asap putih mengepul dari te

Berburu Seru di Taman Kupu-kupu

Berpose bersama rekan-rekan di bagian depan Taman Kupu-kupu Taman Kupu-kupu Gita Persada - Di hari Kamis, tepat di libur Hari Raya Waisak pekan kemarin, kami menjadwalkan untuk berkumpul. Atas usul rekan kami, Heny Dwi Sari, kami sepakat untuk mengunjungi Taman Kupu-Kupu Gita Persada. Sebuah kawasan konservasi kupu-kupu yang berlokasi di daerah Kemiling. Taman ini sendiri digagas oleh pasangan Ir. Anshori Djausal, M.T., sosok arsitek, dosen, seniman, juga pemerhati lingkungan, dan Dr. Herawati Soekardi, seorang ahli Biologi yang meraih gelar doktor dari Institut Teknologi Bandung. Nama "Gita" yang disematkan pada nama taman ini sendiri berasal dari nama anak ke-3-nya, Gita Paramita Djausal, yang kini menjadi dosen di jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung.  Perjalanan kami menuju Taman Kupu-kupu Gita Persada   diawali dengan berkendara motor dari rumah masing-masing. Berkumpul di rumah Heny, lalu menuju lokasi. Untuk mencapai taman ini tidak terlalu sul

Hafara, Narasi Sebuah Mimpi

Teman. Kupinjam sebentar kenangan bersama kalian. Sesuatu yang memang layak dikenang. Saat kita bersama memilih membangun sebuah mimpi. Sesuatu yang masih absurd. Tak nyata. Hanya dalam dekapan angan. Tapi kita yakin. Itulah jalan yang harus ditempuh. Empat tahun lalu. Teman. Kita tak memiliki banyak waktu kala itu. Satu hari berlalu bagai detik-detik yang bergerak cepat. Sedangkan pikiran kita seolah justru melambat. Saat harus ada satu kata yang disepakati bersama. Karena masa depan tak lagi bisa menunggu.  Ya. Kita himpun semua yang kita punya. Kita kerahkan tenaga dan pikiran yang mampu kita keluarkan. Kita pusatkan hanya pada satu tujuan. Sebuah nama untuk kita bersama. Kelahiran bayi mungil, yang akhirnya diberi nama, Hafara. Nama itu muncul justru di last minute . Saat-saat terakhir. Ketika nama yang disiapkan masih menuai ragu. Hingga akhirnya. Sepotong cinta orang tua menjadi jalan kelahirannya. Dikirim dari sosok yang penuh kelembutan, Ratih Latifafuri. 

Payung-payung

Benda apa yang paling anda paling ingat atau butuhkan saat musim hujan datang? Sebagian besar pasti menjawab payung. Payung yang bisa menjaga kita dari basah jika hujan datang. Payung diletakkan di atas. Kita genggam erat. Karena saat hujan mungkin saja angin kencang datang menerbangkannya.  Walau payung sekarang juga dipakai saat cuaca panas, tapi rasanya masih lebih relevan bahwa fungsi utamanya tetap di saat musim hujan. Lihat saja, ojek payung, seperti di kantor saya, selalu muncul hanya saat musim hujan.  Mengapa payung penting? Ya, karena payung bisa menghindarkan kita dari basah. Lalu apa pentingnya kalau kita tidak basah? Banyak hal tentunya. Ada yang mudah sakit ketika kehujanan, tentu payung menjaganya agar tidak sakit. Ada yang tidak ingin bajunya basah karena sedang menuju acara penting; rapat, tempat kerja, pesta pernikahan, atau mungkin menonton film favorit bersama kawan-kawan. Ada juga kita tak ingin basah karena membawa sesuatu yang penting, do

Catatan Aksi 112 (Bagian Tiga --Habis): Uluran Tangan-tangan Kebaikan di Sepanjang Jalan

Perjalanan pagi itu dimulai. Selepas hujan deras yang membasahi bumi Jakarta, kami berlima meninggalkan masjid Nurul Falah di komplek PLN itu. Beriringan satu-satu melintas di bawah awning yang berdiri sepanjang gerbang hingga mendekati masjid. Menuju jalan raya untuk bergabung bersama rombongan lain yang nampak di kejauhan. Rombongan demi rombongan peserta aksi mengular di jalanan. Mayoritas berpakaian putih-hitam. Membawa spanduk, mengibarkan bendera, melantunkan shalawat, hingga mengomandokan takbir yang menggema. Dan baru saja keluar dari gerbang komplek PLN itu, saya sudah menjumpai momen yang sebelumnya hanya cerita dari teman-teman yang hadir di aksi 212. Nyata di depan mata. Seorang laki-laki berdiri dengan jas hujannya yang berwarna hijau. Membawa sekotak roti di tangannya yang terbuka. Senyumnya segar dihias rintik air yang membasahi wajahnya. Diambilnya roti-roti itu untuk diberikan kepada peserta aksi yang lewat. Ah, ternyata bukan dia saja. Beberapa laki

Catatan Aksi 112 (Bagian Dua) : Pagi, Hujan dan Sekotak Nasi

Alhamdulillah, perjalanan dari Bandarlampung menuju Jakarta berjalan lancar. Hingga ketika memasuki sekitaran Monas, laju bus mulai melambat. Jalur kendaraan padat dan rekayasa lalu lintas sudah diberlakukan. Bus yang kami naiki susah untuk masuk ke stasiun Gambir. Hingga akhirnya para penumpang memutuskan untuk turun di daerah dekat stasiun saja. Pukul 05.15 WIB, kami ikut turun sebagaimana penumpang lainnya. Ingin menuju ke masjid di area Gambir tapi cukup jauh. Lalu menanyakan masjid terdekat kepada seorang aparat berseragam TNI yang tampaknya sedang bertugas. "Di masjid PLN saja, Pak. Di sana juga disediakan logistik, " sambil diarahkan dengan ramah oleh si Bapak. Kami mengikuti petunjuk yang  beliau berikan hingga sampailah di sebuah masjid yang nyaman. Masjid di komplek perkantoran PLN ternyata. Kami melangkah ke dalam, mencari tempat wudhu lalu melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Ternyata sudah banyak rombongan dari berbagai daerah di Jabodetabek yang lebi