Skip to main content

Posts

Berburu Seru di Taman Kupu-kupu

Berpose bersama rekan-rekan di bagian depan Taman Kupu-kupu Taman Kupu-kupu Gita Persada - Di hari Kamis, tepat di libur Hari Raya Waisak pekan kemarin, kami menjadwalkan untuk berkumpul. Atas usul rekan kami, Heny Dwi Sari, kami sepakat untuk mengunjungi Taman Kupu-Kupu Gita Persada. Sebuah kawasan konservasi kupu-kupu yang berlokasi di daerah Kemiling. Taman ini sendiri digagas oleh pasangan Ir. Anshori Djausal, M.T., sosok arsitek, dosen, seniman, juga pemerhati lingkungan, dan Dr. Herawati Soekardi, seorang ahli Biologi yang meraih gelar doktor dari Institut Teknologi Bandung. Nama "Gita" yang disematkan pada nama taman ini sendiri berasal dari nama anak ke-3-nya, Gita Paramita Djausal, yang kini menjadi dosen di jurusan Hubungan Internasional Universitas Lampung.  Perjalanan kami menuju Taman Kupu-kupu Gita Persada   diawali dengan berkendara motor dari rumah masing-masing. Berkumpul di rumah Heny, lalu menuju lokasi. Untuk mencapai taman ini tidak terlalu sul

Hafara, Narasi Sebuah Mimpi

Teman. Kupinjam sebentar kenangan bersama kalian. Sesuatu yang memang layak dikenang. Saat kita bersama memilih membangun sebuah mimpi. Sesuatu yang masih absurd. Tak nyata. Hanya dalam dekapan angan. Tapi kita yakin. Itulah jalan yang harus ditempuh. Empat tahun lalu. Teman. Kita tak memiliki banyak waktu kala itu. Satu hari berlalu bagai detik-detik yang bergerak cepat. Sedangkan pikiran kita seolah justru melambat. Saat harus ada satu kata yang disepakati bersama. Karena masa depan tak lagi bisa menunggu.  Ya. Kita himpun semua yang kita punya. Kita kerahkan tenaga dan pikiran yang mampu kita keluarkan. Kita pusatkan hanya pada satu tujuan. Sebuah nama untuk kita bersama. Kelahiran bayi mungil, yang akhirnya diberi nama, Hafara. Nama itu muncul justru di last minute . Saat-saat terakhir. Ketika nama yang disiapkan masih menuai ragu. Hingga akhirnya. Sepotong cinta orang tua menjadi jalan kelahirannya. Dikirim dari sosok yang penuh kelembutan, Ratih Latifafuri. 

Payung-payung

Benda apa yang paling anda paling ingat atau butuhkan saat musim hujan datang? Sebagian besar pasti menjawab payung. Payung yang bisa menjaga kita dari basah jika hujan datang. Payung diletakkan di atas. Kita genggam erat. Karena saat hujan mungkin saja angin kencang datang menerbangkannya.  Walau payung sekarang juga dipakai saat cuaca panas, tapi rasanya masih lebih relevan bahwa fungsi utamanya tetap di saat musim hujan. Lihat saja, ojek payung, seperti di kantor saya, selalu muncul hanya saat musim hujan.  Mengapa payung penting? Ya, karena payung bisa menghindarkan kita dari basah. Lalu apa pentingnya kalau kita tidak basah? Banyak hal tentunya. Ada yang mudah sakit ketika kehujanan, tentu payung menjaganya agar tidak sakit. Ada yang tidak ingin bajunya basah karena sedang menuju acara penting; rapat, tempat kerja, pesta pernikahan, atau mungkin menonton film favorit bersama kawan-kawan. Ada juga kita tak ingin basah karena membawa sesuatu yang penting, do

Catatan Aksi 112 (Bagian Tiga --Habis): Uluran Tangan-tangan Kebaikan di Sepanjang Jalan

Perjalanan pagi itu dimulai. Selepas hujan deras yang membasahi bumi Jakarta, kami berlima meninggalkan masjid Nurul Falah di komplek PLN itu. Beriringan satu-satu melintas di bawah awning yang berdiri sepanjang gerbang hingga mendekati masjid. Menuju jalan raya untuk bergabung bersama rombongan lain yang nampak di kejauhan. Rombongan demi rombongan peserta aksi mengular di jalanan. Mayoritas berpakaian putih-hitam. Membawa spanduk, mengibarkan bendera, melantunkan shalawat, hingga mengomandokan takbir yang menggema. Dan baru saja keluar dari gerbang komplek PLN itu, saya sudah menjumpai momen yang sebelumnya hanya cerita dari teman-teman yang hadir di aksi 212. Nyata di depan mata. Seorang laki-laki berdiri dengan jas hujannya yang berwarna hijau. Membawa sekotak roti di tangannya yang terbuka. Senyumnya segar dihias rintik air yang membasahi wajahnya. Diambilnya roti-roti itu untuk diberikan kepada peserta aksi yang lewat. Ah, ternyata bukan dia saja. Beberapa laki

Catatan Aksi 112 (Bagian Dua) : Pagi, Hujan dan Sekotak Nasi

Alhamdulillah, perjalanan dari Bandarlampung menuju Jakarta berjalan lancar. Hingga ketika memasuki sekitaran Monas, laju bus mulai melambat. Jalur kendaraan padat dan rekayasa lalu lintas sudah diberlakukan. Bus yang kami naiki susah untuk masuk ke stasiun Gambir. Hingga akhirnya para penumpang memutuskan untuk turun di daerah dekat stasiun saja. Pukul 05.15 WIB, kami ikut turun sebagaimana penumpang lainnya. Ingin menuju ke masjid di area Gambir tapi cukup jauh. Lalu menanyakan masjid terdekat kepada seorang aparat berseragam TNI yang tampaknya sedang bertugas. "Di masjid PLN saja, Pak. Di sana juga disediakan logistik, " sambil diarahkan dengan ramah oleh si Bapak. Kami mengikuti petunjuk yang  beliau berikan hingga sampailah di sebuah masjid yang nyaman. Masjid di komplek perkantoran PLN ternyata. Kami melangkah ke dalam, mencari tempat wudhu lalu melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Ternyata sudah banyak rombongan dari berbagai daerah di Jabodetabek yang lebi

Catatan Aksi 112 (Bagian Satu) : Tiket Dadakan!

Hari ini temanya belajar. Belajar menangkap peluang kebaikan. Menjawab kesempatan dadakan yang Allah berikan dengan berpikir cepat. Ambil atau tinggalkan.  Flash back sebentar. Melihat aksi 411 (Aksi Bela Islam II) sebelumnya, saya begitu bergemuruh. Melihat saudara-saudara seiman yang tergores hatinya oleh kata-kata yang tak pantas terucap dari seorang pejabat publik, bergerak hingga jauh-jauh melangkahkan kaki menuju ibu kota. Berharap untuk hadir, tapi kesempatan itu belum ada.  Harap-harap cemas mengikuti perjalanam aksi itu melalui media dan layar kaca. Aksi berjalan damai, santun juga teratur. Hingga perusuh datang di malam yang gelap. Tapi Alhamdulillah, kita tahu setelahmya siapa perusuh itu.  Puncaknya di aksi 212, keinginan itu belum juga terpenuhi. Maklum, saya abdi negara yang punya jam kerja di hari Senin s.d. Jumat sehingga tak ingin memaksakan diri. Walau iri, tetap saja berbangga dengan perjuangan jutaan saudara muslim yang merelakan banyak hal untuk

Dunia Jelita Para Balita

Ini catatan sederhana. Ungkapan kekaguman saya setiap melihat wajah anak-anak (balita). Asik menyaksikan polah-polah lucunya. Tersenyum dengan tingkahnya yang jenaka. Juga kadang 'jengkel' saat mereka begitu ngeyel. Tidak, saya tidak pernah jengkel kepada anak-anak dalam makna sesungguhnya.  Apapun itu, melihat dunia para balita ini sungguh ajaib. Memesona. Saya bilang, dunia jelita. Ada kepolosan. Ada wajah tanpa dosa. Kata-kata alami begitu jujur yang keluar dari lisannya. Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang malah membingungkan untuk dijawab orang dewasa.  Pernah juga mendapat reaksi spontan mereka saat berdekatan; lucu, mengagetkan, dan membuat malu, "Iih, Oom bau, belom mandi yaa?!" >.< Wajah-wajah ini pemilik kejujuran sejati. Cermin yang tak pernah berbohong. Refleksi banyak hal dari orang dewasa. Pemilik rekam ingatan yang sangat baik. Semisal saat dia mencela, pasti ada yang sengaja atau tidak sengaja mengajarinya. Mereka juga