Pulanglah.
Kutulis kata-kata yang lama terpendam --terkubur dalam nalar yang diam.
Suar hati yang kian meredup padam, hanya menyisai pendar dari nyala sukma yang berguncang --tertiup angin kencang,
dalam rintih lirih di penggalan malam; menahan gigil, mendekap bisu, memeluk beku, megusir ragu.
Kupanggil dari kejauhan.
Tak ada sahutan, suaraku tertelan oleh teriakan-teriakan.
Bising di sana membuat pusaran;
Aku atau Kamu!
Tak adakah pilihan kembali seiring sejalan, menyulam langkah seirama, mengunyah tawa bersama, dalam renyah canda yang mesra?
Kudengar,
ketukan waktu kian mendekat.
Kulihat,
orang-orang berbaju cokelat sibuk bertanya, orang-orang berjubah hitam bergegas memegang palu --bersiap memutus rantai yang mulai berkarat, menggalikan lubang untuk persaudaraan yang sekarat.
Dalam doa yang kaku,
kutekuk wajah yang tetap tak mampu menikam rindu.
Nanar menatap dalam bening yang hangat,
ku berbisik lekat pada nama yang bersekat,
Pulanglah.
Comments
Post a Comment