Menulis Itu Asyik! |
“Pertama, menulis. Kedua, menulis. Ketiga, menulis.”
Kalimat di atas adalah jawaban dari seorang pemateri, atas pertanyaan, “Bagaimana caranya menjadi seorang penulis hebat?” Pertanyaan yang muncul dari seorang peserta saat saya pertama kali mengikuti Pelatihan Dasar Jurnalistik di sebuah media kampus.
Belasan tahun berlalu, tapi kilasan memori itu tak pernah pergi. Masih saja melekat dalam ingatan dengan kuat. Entah mengapa, jawaban yang tampaknya sangat sederhana itu, menjulangkan makna yang sampai sekarang harus terus didaki untuk mencapai ketinggiannya.
Saya mulai menulis pada saat SMA kelas 2 (dulu belum menggunakan kelas 11). Masih berbentuk tulisan tangan dalam buku agenda harian. Tapi tulisan itu hanya berbentuk, yang saya sebut, coretan. Buku yang saya sendiri lupa dimana menyimpannya.
Saya sendiri tak pernah bermimpi menjadi penulis hebat. Hanya ingin bisa menulis dengan baik dan melahirkan karya yang bermanfaat. Saya yakin, jika semua proses dan latihan menulis dilakukan dengan rutin, teratur dan terarah, label sebagai penulis itu akan datang dengan sendirinya suatu saat.
Tema yang paling sering saya tulis adalah orang-orang terdekat dalam hidup saya. Sampai sebuah gagasan yang masih mentah muncul dari lintasan pikiran yang bergerak acak, menulis buku dengan judul, ”Inspirasi Hebat dari Orang-orang Terdekat.” Karena saya mendeteksi, banyak orang hebat yang ada di sekitar kita yang bisa kita jadikan sumber inspirasi.
Dari tulisan (saya menyebutnya coretan karena belum percaya diri melabeli itu tulisan) yang pernah saya bagikan atau publikasikan, sebagian teman memberikan penilaian yang baik. Bahkan memberikan motivasi dan dorongan baik yang terujar langsung dari lisan teman-teman saat bertemu, atau komentar di media sosial dan aplikasi perpesanan.
“Ayo kak diseriusin nulisnya, Bagus loh kak tulisannya dibuat buku, Wah ngena banget kalau kakak nulis, dan ungkapan lainnya yang membuat saya kadang melambung.” Sampai beberapa berkata, “Kalau kakak buat buku, aku orang yang pertama kali bakal beli deh.” Dan saya pun tersenyum.
Lalu waktu berputar dalam roda detik, menit dan jam. Membentuk satuan waktu lainnya yang lebih besar dalam setiap lingkaran penuh. Dan disinilah saya sekarang, dengan kelas menulis bersama teman-teman, dengan tugas harian yang kadang bertemu idenya disela-sela sibuknya jam kerja, lalu berlari setelah pulang kantor untuk segera duduk dan bersemedi, menuntaskan kerangkanya menjadi seutuh mungkin, meski hingga tengah malam.
Di titik ini, pintu untuk menjadi seorang penulis seolah terbuka lebar. Tak perlu muluk dengan mimpi menjadi penulis besar dengan karya yang best seller lalu diadopsi dalam film layar lebar. Cukup menuliskan satu keinginan dalam lembaran tekad yang coba terus digenggam kuat. Satu antologi buku hadir di tahun 2018.
Entah dari mana awalnya, tapi seperti kata orang-orang bijak, “Teruslah berbuat baik, jika kamu tidak bertemu dengan orang baik, maka kamu akan ditemukan oleh orang-orang baik.” Lalu bertemulah saya dengan mereka yang bermimpi menjadi penulis. Dan tiba-tiba, waktu berubah menjadi lintasan kata-kata, alunan tanda baca, dan suara-suara dalam pikiran yang menuntut untuk dituangkan dalam tulisan.
Lalu bergeraklah jemari ini, di lembaran notes gawai yang hampir setiap saat ada di dalam saku, atau tuts keyboard yang sekarang menjadi lebih sering disentuh untuk merangkai kata-kata. Berlari lebih kencang untuk berkejaran dengan waktu deadline yang membunuh.
“Sekali saja tugasnya melewati batas waktu, maka tak peduli siapa dirimu, selamat jalan dan semoga bisa bertemu kembali di lain waktu.” Itulah tekanan tersendiri, sekaligus menjadi motivasi untuk berseru, “Mari berlari. Tak boleh mengenal kata berhenti, hingga perlombaan ini usai. Ingat, lintasan masih panjang, dan tantangan akan terus datang bergelombang.”
Dan tak terasa, sejak grup demi grup, dan akun demi akun Instagram diikuti, dan kesertaan dalam komunitas Tapis Blogger di sini, “ketakjuban” akan kerasnya usaha hingga bisa melampaui batas kemampuan diri yang sebelumnya tak pernah mencapai titik produktivitas dengan "karya-karya kecil" seperti ini, muncul. Meski perjalanan masih jauh, tapi sedikit pencapaian itu membuat jarak terasa semakin dekat.
Entah sudah berapa catatan yang telah dituangkan, quote yang didapatkan dari perasan bacaan dan pengalaman hidup, referensi yang harus dibaca, hingga menjelajah belasan hingga puluhan blog dan akun IG teman-teman yang sedang sama-sama sedang berjuang, juga menelan tips kepenulisan yang sebagai bahan pembelajaran.
Hingga untuk pertama kalinya, setelah sekian judul yang pernah saya buat, saya menulis sebuah cerita pendek, yang meski masih setengah matang tapi menjadi kebahagiaan tersendiri yang bukan kepalang. Pun dengan tulisan resensi sebuah buku perdana saya yang tercipta juga dari tugas-tugas harian di kelas menulis ini.
Menulis adalah kerja keabadian, begitu tutur Pramoedya Ananta Toer. Maka, menulislah meski harus melangkah dengan terpatah-patah. Luangkan waktumu yang masih banyak itu. Jika jemarimu begitu piawai dalam membalas pesan yang muncul di gawaimu, sesungguhnya ia pun tak akan kalah piawai untuk menulis pesan dalam sebuah tulisan, yang mengutip kata-kata dari seorang teman, “mampu menembus sejuta kepala dengan satu karya.”
Nice kak... Saya suka-saya suka 😊😊😊
ReplyDeleteTerima kasih banyak ya mbak..:)
DeleteNice kak... Saya suka-saya suka 😊😊😊
ReplyDeleteIya, terima kasih banyak yaa
DeleteSepertinya saya termasuk yang melangkah terpatah2 dalam membuat catatan,belum termasuk kategori penulis.dan ketika masuk grup Tapis Blogger membuat saya terkagum2 dengan semangat dan kemampuan teman2 sebagai penulis.
ReplyDeleteHee, iya bunda, saya juga jadi banyak belajar saat bergabung dengan Tapis Blogger. Alhamdulillah dapet banyak ilmu, bertambah teman, dan makin semangat.
DeleteMas Arief semangatnya luar biasa. Menulis itu bisa menjadi penawar rasa disaat kita sedih atau senang. Teruskan mas. Semoga kelak bisa menjadi penulis besar.
ReplyDeleteIya Mbak Rika, bener banget itu. Terima kasih banyak ya mbak. Semoga bisa makin banyak belajar di sini.
Deleteapalagi jika belajar nulis script skenario mas,.. wuih asyik banget sampe mendidih ketika brainstroming hehehehe tulisan udah oke eh harus rusak gara2 property buat syuting yang harus ganti ini lah itulah... tetap wenak nulis di blog
ReplyDeletemungkinkah seorang Arif Budiman menjadi the next Kang Abik? #aseekkk
ReplyDeleteaku menulis juga karena bikin bahagia. menulis bisa menemukan banyak arti kehidupan bagiku. Nah, menulis juga bikin waras hahha.....seru deh menulis itu
ReplyDelete