Ayat-Ayat Cinta 2 |
Ayat-Ayat Cinta 2: Kamu Pilih Aisha atau Hulya - Mengulang sukses pemutaran film Ayat-Ayat Cinta 1 pada sembilan tahun yang lalu, sequel-nya, Ayat-Ayat Cinta 2, menggebrak panggung perfilman nasional dengan sangat meyakinkan di pekan perdananya.
Satu juta penonton diraih pada penayangan hari ke-5. Sungguh prestasi luar biasa dari film yang disutradarai Guntur Soehardjanto ini. Sejumlah artis papan atas pun turut meramaikan film ber-genre romansa relijius ini.
Film yang sarat dengan nilai kemanusiaan ini banyak dibekali quote yang menggugah dan membangun jiwa. Misal, “Hal yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu sendiri, dan hal yang paling layak dibenci adalah kebencian itu sendiri,” ucapan Fahri, mengutip Syaikh Said Nursi. Atau saat Fahri harus pindah dari Universitas Edinburg, “Kadang kita harus mundur sedikit, untuk bisa melompat lebih jauh.”
Dibuka apik dengan potongan adegan pengeboman warga Palestina oleh pesawat tempur Israel, film ini seperti mendapatkan "berkah" dari konflik Palestina-Israel yang sedang memanas paska pengakuan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. Penonton tentunya merasa ada chemistry dengan situasi yang sedang terjadi.
Sebagaimana di banyak negara dan berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia, aksi simpatik kepada negara Palestina, juga sekaligus mengecam klaim sepihak Presiden Trump, sangat marak. Tiap hari berbagai event dengan tema ini terus bermunculan. Dari aksi besar-besaran di pusat Ibukota, hingga penggalangan dana di simpang lampu merah.
Yap. Walau cukup banyak mendapat kritikan dari para reviewers film, dengan berbagai sudut pandang tentunya (meski yang mengapresiasi juga banyak), secara pribadi, menurut saya film ini bisa dikatakan berhasil. Bahkan layak disejajarkan dengan film-film laris lainnya.
Film ini sukses membawa penontonnya ke berbagai suasana menarik yang dilakonkan oleh para pemainnya. Saat romantis banyak yang bergumam #uhukk dan #ciee, saat sedih tak sedikit saya melihat penonton mengusap sendu ujung matanya dengan helaian tisu, juga saat adegan lucu, derai tawa menggema di Teater 3 tempat saya menonton.
Begitupun ketika ada adegan dramatis. Penonton menunggu dalam pergulatan psikis di pikiran masing-masing. Misal, ketika penyamaran Aisha terbuka di depan Nenek Catarina. Dimana Aisha tetap memilih menutupi jati dirinya. Situasi yang pelik dan pilihan yang sulit. Membuat penonton gemas dan ingin "meledak".
Ya, dalam dekapan penuh sayang Nenek Catarina dan air mata Aisha yang berderai itulah, emosi penonton, khususnya kaum hawa, diaduk-aduk, dikuras dan dinaik-turunkan.
Atau ketika menjelang cerita berakhir. Saat Hulya menyadari bahwa Sabina, sosok yang ada didekatnya selama ini, tak lain adalah Aisha, sepupunya sendiri, yang juga istri pertama Fahri. Seorang laki-laki yang sangat dikaguminya, yang kini telah menjadi suami dan calon ayah anaknya.
Tapi disaat yang sama, titik klimaks cerita dimunculkan. Hingga membuat Hulya harus tersungkur dengan bersimbah darah di tubuhnya, dari tikaman belati si penjahat Bahadur.
Kata-kata Fahri, yang juga muncul dalam trailer film ini, "Sampai Aisha ketemu, Paman!" sesungguhnya sangat meyakinkan saya bahwa Fahri akan menunggu Aisha hingga akhir. Tapi ternyata, sang penulis dan sutradara memang ahli dalam meracik perasaan pemirsa.
Hingga akhirnya, Fahri memutuskan, setelah sebuah perenungan, menerima lamaran Ayah Hulya, yang tak lain adalah kerabat dekat dari Aisha sendiri. Dan, dengan sebuah adegan romantis (yang pastinya banyak mendapat kritikan karena menghilangkan sosok Fahri yang super relijius), terucaplah kata-kata yang sangat dinantikan Hulya (dan mungkin juga banyak wanita di dunia, tentunya dengan versi melamar yang berbeda), “Hulya binti Oskan, bersediakan kamu menjadi istri saya?” (sembari memohon dengan gaya khas lamaran ala Barat). “Saya bersedia, Fahri,” jawab Hulya.
Seperti pada kisah Ayat-Ayat Cinta 1, yang memliki ending bahagia berbaur pilu, dalam kisah segitiga Aisha-Fahri-Maria. Sepertinya Kang Abik, penulis novel ini, juga tidak terlalu tega untuk memisahkan secara tegas, antara Fahri dengan Aisha atau Fahri dengan Hulya. Meski dibumbui dilema dengan situasi “dua cinta dalam satu jiwa”, Kang Abik tetap memberi ruang kepada penonton agar bisa menatap bahagia di antara mereka walau sejenak.
Begitulah, kisah Ayat-Ayat Cinta 2 in ditutup. Tentu penonton, saya tebak, berada pada “dua kubu” dalam berharap tentang akhir film ini. Khususnya bagi mereka yang belum membaca novelnya, seperti saya, yang belum tau akhir ceritanya. Tentu ada yang lebih berharap Fahri kembali kepada Aisha. Tapi tentu tak sedikit juga yang menginginkan Fahri membuka lembaran baru bersama Hulya.
Apalagi melihat Aisha yang “tak benar-benar jujur” merelakan kebahagiaan Fahri dan Hulya. Aisha, yang akhirnya lari dari syahdunya senandung janji suci Fahri dan Hulya, dalam iringan riuh bahagia para kerabat dan sahabat saat pernikahan keduanya.
Semua penonton seperti ingin membaca alur cerita dan mencoba menebak jalan akhirnya. Berharap apa yang di pikirannya menjadi skenario yang dipilih sutradara.
Hingga, sebagai epilog film ini, "kolaborasi" Aisha dan Hulya, dalam sebuah operasi pertukaran wajah karena kondisi Hulya yang kritis dan wajah Aisha yang telah rusak (ada yang ingat Film Face Off?), adalah jawaban “ketidaktegasan” dari pilihan sosok terbaik untuk Fahri, juga untuk “menenangkan sekaligus memenangkan” dua kubu yang ingin melihat wanita terakhir yang akan mendampingi Fahri.
Nah, gaess, seandainya kamu harus tegas memilih satu, sosok untuk pendamping Fahri di akhir cerita, kamu bakal memilih siapa, Aisha, ataukah Hulya? Eh, atau malah ada yang ingin memilih Keira? Violinis muda yang viral dengan adegan, "Nikahi aku Fahri. Aku mohon!" itu?
Waah.. pasti perasaan Kak Arif juga jungkir balik ya nonton film ini. Ada sedih, haru, gemes2 gimanaaa gituuu. Jadi pengen nonton, deh. Makasih reviewnya. Kereeen 😊
ReplyDeletehaha, iya unii.. saya termasuk cowok yang bisa menikmati film drama seperti itu :D makasih banyak uni kunjungannya ..:)
Deleteiyapppps kak Arif. Aku juga sependapat, kalau dilihat dr general film ini berhasil kok. Review negatif dari berbagai sudut pandang itu wajar selama kontradiktif yakan. Hehe. Whatever kece banget reviewnya. Mendalam, ntap pokonya mah :D
ReplyDeletehee, iya mbak novi. kalo aku sih iyes dengan film ini. 70% apresiasi, 30% kritikanlah kalau dipresentasikan. hehe. makasih dah mampir yaa..
DeleteSuper skali tulisannya... Menjiwai
ReplyDeleteTerima kasih banyak Mbak Eni..
DeleteAndai boleh memilih tetap Aisyah dengan wajah aslinya kak, sesek euy. Keren banget kak uud reviewnya, pasti serius pake banget ne nontonya kak uud hee
ReplyDeleteHee, ini Tim Aisha berarti ya Mbak Sus.. makasih banyak mbak Sus, masih harus banyak belajar..hehe
DeleteSaya kubu yang belum tertarik untuk nonton, hehehe. Reviewnya bagus kak. Dan semakin meyakinkan saya untuk gak nonton.. Wkwk. Sensitip kali lah masalah dua cinta ini. Daripada awak kesel kan.. Lebih baik nonton Jumanji. Hahaha
ReplyDeleteHehe. Baiklaahh.. takutnya emang emosi jiwa. Mending nonton yang lutju lutju aja kalo gituu. Makasih ya mbak Dwi dah mampir kesini..
Deletehmmm sampai detik ini novel ayat2 cinta milik saya masih tetap tersegel belum sempat baca novelnya dan enggan pula utk menonton filmnya karena jujur secara pribadi saya lebih suka membaca ketimbang menonton film adabtasi dari sebuah novel. tetapi ketika harus memilih satu diantara dua nama, saya akan tetap pilih aisha
ReplyDeleteHee, aku malah belum baca novelnya kak. Jadinya ya nonton aja deh.. Aisha yang pertama dan udah kasih banyal hal ke Fahri ya kak..
Delete